Furukawa Battery – Saat ini masih sering kita temui penggunaan lampu hazard (lampu sein berkedip dua-duanya) di jalanan yang salah penggunaan. Misal saat hujan lebat atau memasuki lorong/terowongan yang panjang. Mengapa salah? Karena menyalakan lampu hazard saat hujan membingungkan pengemudi di belakang berkaitan pergerakan mobil itu.
Penggunaan lampu hazard telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ yang berbunyi: “Setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan.”
Divisi Humas Mabes Polri melalui laman Facebook resminya, merangkum empat kesalahan umum penggunaan lampu darurat. Pertama, seperti yang sudah disinggung tadi, menggunakan saat hujan. Solusinya, nyalakan saja lampu utama agar kendaraan masih bisa dilihat pengguna jalan lainnya.
Kesalahan kedua, menyalakan lampu darurat saat akan berjalan lurus di persimpangan. Ini juga akan membingungkan. Menurut Polri, dengan tidak menyalakan lampu sein saja maka sudah cukup menegaskan bahwa kita akan berjalan lurus ke depan.
Kesalahan ketiga, menggunakan lampu darurat di lorong gelap atau terowongan. Yakinlah, penyalaan ini tidak akan memberikan keuntungan apa pun. Sebaliknya malah akan membuat pengemudi lain bingung. Cukup nyalakan lampu senja atau lampu utama sebagai tanda bagi kendaraan lain.
Terakhir, menyalakan lampu darurat saat kondisi berkabut. Pada kondisi berkabut lampu yang perlu dinyalakan adalah lampu kabut. Jika tidak memiliki lampu kabut maka pengemudi dapat menyalakan lampu utama untuk penerangan jalan.
Selain untuk kondisi darurat, nyatanya lampu hazard memiliki peran lain. Yaitu sebagai “ucapan terima kasih”. Berguna ketika kita merasa terbantu di jalanan. Menurut situs resmi Daihatsu, cara ini sudah dilakukan di Jepang.
Namun kedipan tanda terima kasih itu hanya dua kali saja. Jika lebih nanti malah menyalahi aturan.
Foto: thenewswheel.com